Pengertian Kontrak
Kontrak adalah bagian
dari bentuk suatu perjanjian. Sebagaimana yang telah disebutkan diatas bahwa
pengertian perjanjian yang termuat dalam Pasal 1313 KHUPdt adalah sangat luas,
maka kontrak dapat menjadi bagian dari suatu perjanjian. Akan tetapi yang
membedakan kontrak dengan perjanjian adalah sifatnya dan bentuknya. Kontrak
lebih besifat untuk bisnis dan bentuknya perjanjian tertulis. Kontrak memiliki
suatu hubungan hukum oleh para pihak yang saling mengikat, maksudnya adalah
antara pihak yang satu dan dengan yang lainnya saling mengikatkan
dirinya dalam kontrak tersebut, pihak yang satu dapat menuntut sesuatu kepada pihak yang lain, dan pihak yang dituntut berkewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut.
dirinya dalam kontrak tersebut, pihak yang satu dapat menuntut sesuatu kepada pihak yang lain, dan pihak yang dituntut berkewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut.
Untuk perikatan-perikatan yang
lahir dari perjanjian maka pembentuk undang- undang memberikan aturan-atuan
yang umum, namun tidak demikian halnya dengan perikatan yang lahir karena
undang-undang, pembentuk undang-undang membuat aturan- aturan yang harus
dipenuhi oleh para pihak untuk memenuhi kewajibannya.
Terjadinya Perikatan Didalam
pasal 1353 KUH Perdata disebutkan :
” Perikatan-perikatan yang
dilahirkan oleh undang-undang sebagai akibat perbuatan orang, dapat terjadi /
terbit karena perbutan yang dibolehkan/ halal atau dari perbuatan melawan hukum
”.
Bahwa untuk terjadinya perikatan
diatas, undang-undang tidak mewajibkan dipenuhinya syarat-syarat sebagaimana
yang ditentukan untuk terjadinya perjanjian sebagaimana yang diatur dalam pasal
1320 KUH Perdata, karena perikatan itu bersumber dari undang-undang, sehingga
terlepas dari kemauan para pihak. Apabila ada suatu perbuatan hukum, yang memenuhi
beberapa unsur tertentu , undang-undang lalu menetapkan perbuatan hukum
tersebut adalah suatu perikatan., sebagai contoh :
a. Perikatan untuk memberikan
nafkah kepada istri dan anak,. b.Perikatan mengurusi kepentingan orang lain
secara sukarela dengan tidak mendapat perintah dari pihak yang berkepentingan
sehingga pihak yang diwakili dapat mengerjakan sendiri urusan itu sendiri (
Zaakwarneming / Pasal 1354 ) dan hal ini berbeda perikatan untuk memberikan
kuasa yang diatur pasal 1792 KUH Perdata, dimana penerima kuasa bisa memperoleh
honor dari urusan yang dikuasakan kepadanya.
Perikatan yang lahir karena
perbuatan melawan hukum sebagaimana yang diatur dalam pasal 1365 KUH Perdata
yang berbunyi :
” Setiap perbuatan yang melawan
hukum yang mengakibatkan kerugian kepada orang lain, mewajibkan kepada pihak /
orang yang melakukan kesalahan tersebut kepada pihak lainnya itu untuk
memberikan ganti rugi ”.
Pada umumnya suatu
perjanjian tidak terikat kepada bentukbentuk tertentu. Para pihak dapat dengan
bebas menentukan bentuk perjanjian yang diinginkan sesuai dengan asas kebebasan
berkontrak. Bentuk yang dapat dipilih oleh para pihak adalah :
a. Perjanjian dalam bentuk lisan ;
b. Perjanjian dalam bentuk tertulis ;
Perjanjian dalam bentuk tertulis lebih sering dipilih sebab memiliki
kekuatan pembuktian yang lebih kuat dari pada bentuk lisan apabila terjadi
perselisihan. Untuk perjanjian jenis tertentu, Undang-undang mengharuskan
bentuk-bentuk tertentu yang apabila tidak dipenuhi maka akan mengakibatkan
batalnya perjanjian tersebut. Dalam hal ini, bentuk tertulis tidak hanya
berfungsi sebagai alat pembuktian saja, namun juga merupakan syarat untuk
adanya (bestaanwaarde) perjanjian itu. Misalnya dalam
Pasal 38 KUHD ditentukan bahwa perjanjian untuk mendirikan Perseroan Terbatas
harus dengan Akta Notaris.
Syarat Syarat Kontrak
Menurut pasal 1320 KUH perdata
kontrak adalah sah bila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1. Sepakat para pihak untuk
mengikatkan dirinya;
2. Cakap untuk membuat suatu
perikatan;
3. suatu hal tertentu; dan 4.
suatu sebab yang halal.(3)
(3) Hananudin Rahman, Legal Drafting, Citra Aditya Bhakti,
Bandung, 2000, hal 4-5.
a. syarat subjektif,
Syarat pertama dan kedua adalah
mengenai subyeknya / para pihak yang mengadakan kontrak, maka disebut syarat
subyektif, karena jika syarat subyektif tidak terpenuhi maka perjanjian itu
dapat dimintakan pembatalannya.
syarat ini apabila dilangar maka
kontrak dapat dibatalkan, meliputi:
1)
kecakapan untuk membuat kontrak (dewasa dan tidak sakit ingatan);
2)
kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya.
Dengan diperlukannya kata ” sepakat
”, maka berarti kedua pihak haruslah mempunyai kebebasan kehendak dan tidak
mendapat suatu tekanan yang mengakibatkan adanya ” cacat ” bagi perujudan
kehendak tersebut.
b. syarat objektif, syarat ini
apabila dilanggar maka kontraknya batal demi hukum, meliputi:
1) suatu hal (objek) tertentu;
2)
suatu sebab yang halal (kausa).
Faktor-faktor
Pembatalan Perjanjian
a. Batal
demi hukum
Dalam hal
ini perjanjian tersebut dianggap tidak pernah sah dan tidak pernah ada, dalam
hal ini jika tidak terpenuhi syarat objektif yaitu syarat perihal tertentu dan
syarat kausa yang diperbolehkan.
b. Dapat
dibatalkan
Dalam hal
ini, perjanjian tersebut baru dianggap tidak sah jika dibatalkan oleh
yang berkepentingan, jika terpenuhi syarat subjektif yaitu tercapainya kata
sepakat dan kecakapan berbuat.
c.
Perjanjian tidak dapat dilaksanakan
Dalam hal
ini, perjanjian tidak dapat dilaksanakan karena perjanjian ini dengan syarat
pengguhan, dan syarat tangguhan belum bisa dilaksanakan atau terwujud.
d. Dikenakan
sanksi administrative
Dalam hal
ini, adanya sanksi administrative terhadap salah satu atau kedua belah pihak
yang mengadakan perjanjian karena tidak terpenuhinya syarat perjanjian, tetapi
tidak mengakibatkan batalnya suatu perjanjian tersebut.
e. Adanya
suatu pelanggaran dan pelanggaran tersebut tidak diperbaiki dalam jangka waktu
yang ditentukan atau tidak dapat diperbaiki.
f. Pihak
pertama melihat adanya kemungkinan pihak kedua mengalami kebangkrutan atau
secara financial tidak dapat memenuhi kewajibannya.
g. Terkait
resolusi atau perintah pengadilan
h. Terlibat
hukum
i. Tidak
lagi memiliki lisensi, kecakapan, atau wewenang dalam melaksanakan perjanjian
Perikatan,
lahir karena suatu persetujuan atau karena Undang-Undang. Semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan
Undang-Undang berlaku sebagai Undang-Undang bagi mereka yang membuatnya.
Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua
belah pihak, atau karena alasan-alasan yang ditentukan oleh Undang-Undang.
Persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik yaitu keinginan subyek hukum
untuk berbuat sesuatu, kemudian mereka mengadakan negosiasi dengan pihak lain,
dan sudah barang tentu keinginan itu sesuatu yang baik. Itikad baik yang sudah
mendapat kesepakatan terdapat dalam isi perjanjian untuk ditaati oleh kedua
belah pihak sebagai suatu peraturan bersama. Isi perjanjian ini disebut
prestasi yang berupa penyerahan suatu barang, melakukan suatu perbuatan, dan
tidak melakukan suatu perbuatan.
Supaya
terjadi persetujuan yang sah, perlu dipenuhi 4 syarat:
1.
Kesepakatan mereka yang mengikatkan diri
2. Kecakapan
untuk membuat suatu perikatan
3. Suatu
pokok persoalan tertentu
4. Suatu
sebab yang tidak terlarang
Contoh Kasus
Soal Kontrak Freeport, Ini Kata Wamen ESDM Arcandra Tahar
JAKARTA, KOMPAS.com - Pembahasan perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia masih menjadi pekerjaan rumah yang perlu diselesaikan pemerintah. PT Freeport Indonesia meminta pemerintah memberikan perpanjangan kontrak karya hingga tahun 2041.Perpanjangan ini diminta karena perusahaan tambang asal Amerika Serikat (AS) tersebut membutuhkan dana untuk membangun pabrik pengolahan dan pemurnian konsentrat (smelter) di Indonesia.
Menanggapi hal ini, Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar mengatakan, permintaan perpanjangan kontrak karya Freeport masih dalam rapat panjang di Kementerian ESDM.
"Kita enggak mau last minute, kita cari strategi komperhensif segala sesuatunya kita sedang cari. Saya sendiri tidak suka last minute, makanya meeting-meeting sekarang itu marathon bagaiamana cara terbaik," ujarnya di Grand Sahid Jaya, Jakarta, Sabtu (10/12/2016).
Arcandra menegaskan, belum adanya keputusan terkait Freeport karena menyangkut banyaknya aturan yang terkait Undang-undang, peraturan pemerintah, dan juga peraturan Menteri Energi Sumber Daya Mineral.
Selain itu, ada hal-hal yang belum sinkron dan perlu diperbaiki untuk akhirnya menjadi suatu keputusan.
"Ini termasuk rekomendasi pelarangan ekspor 12 januari nanti, kemudian divestasi (10,64 persen saham Freeport) juga masuk di situ. Secepatnya akan diumumkan, dan semoga ada solusi terbaik," jelas Arcandra.
Sebelumnya, Freeport menegaskan belum akan membangun smelter hingga pemerintah memberikan kepastian soal perpanjangan kontrak. Freeport membutuhkan dana yang mencapai 2,2 miliar dollar AS untuk membangun smelter, sementara kontraknya akan habis pada 2021.
"Kepastian perpanjangan kontrak yang berhubungan erat dengan ketersediaan dana untuk pembangunan smelter. Membangun smelter itu butuh dana, dan dana itu baru bisa kalau kita dapat kalau perpanjangan kontrak sudah didapat," ujar Presiden Direktur Freeport Chappy Hakim.
Daftar Pustaka :
Bintang, Sanusi dan Dahlan, 2000. Pokok-pokok Hukum dan Bisnis, Bandung: PT Citra Aditya
Suharnoko. 2004. HUKUM PERJANJIAN Teori dan Analisa Kasus.
Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Munir Fuady, Hukum Kontrak (Buku Kedua) Citra Aditya Bakti, Bandung, 2007, hal. 77 Ibid, hal. 33-34
Sudikno Mertokoesumo, “Mengenal Hukum”, Liberty, Yogyakarta, 1999
Abdulkadir, Muhammad.1990. Hukum Perikatan.Bandung:PT. Citra Aditya Bhakti.
Hananudin Rahman, Legal Drafting, Citra Aditya Bhakti, Bandung, 2000, hal 4-5
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2016/12/10/165627526/soal.kontrak.freeport.ini.kata.wamen.esdm.arcandra.tahar
Abdulkadir, Muhammad.1990. Hukum Perikatan.Bandung:PT. Citra Aditya Bhakti.
Hananudin Rahman, Legal Drafting, Citra Aditya Bhakti, Bandung, 2000, hal 4-5
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2016/12/10/165627526/soal.kontrak.freeport.ini.kata.wamen.esdm.arcandra.tahar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar